Wednesday, August 01, 2007

Menunggu Kematian Guru

Diambil dari http://debritto.net/isi/menunggu_kematian_guru

Catatan : Masih seputar diskusi dengan topik pendidikan, tidak ada salahnya kita tampilkan tulisan lama (2002) dari salah seorang guru Kandang Manuk (penulis adalah guru dan staf Litbang SMU Kolese de Britto Yogyakarta). Tulisan ini pernah dimuat di SUARA PEMBARUAN DAILY, bulan Desember tahun 2002. Sekaligus bisa kita amati bersama, apakah sudah ada perubahan (baca: perbaikan) sejak tahun 2002 hingga saat ini.
Menunggu Kematian Guru

Oleh Prih Adiartanto, Ag

Ada hal menarik ketika saya menugasi siswa menggambarkan sosok guru saat membahas materi menulis deskripsi dalam pengajaran di kelas. Sejumlah besar siswa mendeskripsikan guru seperti sosok Oemar Bakri dengan tas hitam, sepeda kumbang, lengkap dengan atribut kesederhanaan, layaknya lirik lagu Iwan Fals itu. Sejumlah siswa lain mendeskripsikan sosok Sarmun, guru nyambi tukang ojek yang pernah diperankan pelawak Basuki dalam sebuah sinetron. Sementara sebagian kecil siswa menggambarkannya sesuai syair Himne Guru baris terakhir: Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa.

Tentu saja anak-anak muda yang saya hadapi ini tidak bermaksud guyonan apalagi mengejek. Berbagai persoalan yang dihadapi guru-guru Indonesia hampir setiap hari menghiasi media massa dan setiap istirahat mereka santap di ruang koran atau perpustakaan. Gaji dan tunjangan hidup yang rendah, profesionalitas yang semakin luntur, sampai penghargaan dan status sosial guru yang semakin merosot di mata masyarakat.

Tidak bisa dipungkiri, citra dan wibawa guru pada masa kolonial lebih tinggi dibandingkan dengan guru sekarang ini. Masa itu, guru adalah profesi yang sangat diidam-idamkan. Soedarminto (1998) mengilustrasikan seorang ibu guru menerima gaji 40 gulden, padahal seorang inlander hanya perlu segobang (2,5 sen) untuk hidupnya. Tak heran jika sekolah keguruan menjadi incaran lulusan sekolah terbaik. Di samping fasilitas dan kemudahan yang diperoleh, status guru akan membawanya menuju strata atas dalam kelas masyarakat. Tidak sedikit guru yang kemudian sampai di puncak sebagai pimpinan masyarakat.

Para founding fathers negeri ini pun sebagian besar adalah guru atau setidaknya mengawali kariernya sebagai guru. Sukarno, Presiden pertama RI, pernah menjadi guru semasa pengasingannya di Bengkulan (sekarang Bengkulu). Begitu pula dengan Mohammad Natsir, Perdana Menteri Indonesia pada masa peralihan, adalah guru dan perintis berdirinya sebuah sekolah di Bandung. Soedirman dan A.H. Nasution adalah jenderal-jenderal yang pernah pula menjadi guru. Soedirman adalah guru dan kepala salah satu HIS di Cilacap, sedangkan A.H. Nasution pernah menjadi guru di Bengkulu dan kepala sekolah di Muara Dua, Palembang Hulu. Tidak dapat disangkal pula di antara tokoh-tokoh itu masih ada RM Soewardi Soerjaningrat atau lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara dan KH Ahmad Dahlan, seorang guru yang kiai.

Ironis, jika di masa lalu sekolah keguruan menjadi incaran siswa-siswa berprestasi, sementara IKIP/FKIP beberapa tahun terakhir sedikit sekali dilirik calon mahasiswa. Nama IKIP pun disinyalir tak layak jual lagi, maka berbondong-bondonglah IKIP mengubah diri menjadi universitas.

Ironis pula, jika di masa lalu seorang guru bisa berpenghasilan 40 gulden sebulan, sementara sekarang guru yang mengharap kenaikan gaji atau tunjangan harus berdemo rame-rame ke gedung DPR, mogok mengajar, atau lebih parah lagi harus ngojek atau jadi tukang batu di sela-sela waktu luangnya. Sebuah surat kabar beberapa waktu lalu bahkan secara jelas memberitakan 70 persen pendidik swasta bergaji di bawah UMR.

Wajar jika kemudian tak ada satu pun dari sekian anak muda yang saya hadapi di kelas itu secara tegas mengatakan atau setidaknya berniat menjadi guru. Hampir sebagian besar siswa justru secara eksplisit menulis ketidakinginannya. Ad Maiorem Dei Gloriam (untuk kemuliaan Tuhan yang lebih besar) yang disingkat AMDG sebagai spirit sekolah pun di-pleset-kan menjadi Aku Moh Dadi Guru (aku tidak mau jadi guru).

Dana Pendidikan

Mutu pendidikan Indonesia rendah. Hasil survei PBB tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 180 negara, Indonesia berada pada posisi 102. Ketika mutu pendidikan dinilai rendah, maka sasaran tembak pertama adalah guru. Guru sebagai pelaku utama pendidikan adalah kambing hitam persoalan. Berbagai dakwaan muncul: guru tidak profesional, guru tidak bertanggung jawab mengajar tapi justru nyambi cari objekan.

Guru sendiri yang serba sulit -di satu sisi mencoba menjalankan tugasnya dan di sisi lain mencoba berjuang agar dapurnya tetap ngebul- ganti berteriak, bahwa kurikulum terlalu berat sementara penghasilannya sebagai guru tidak mencukupi. Alhasil, bongkar pasang kurikulum bukan hal asing di negeri ini. Bahkan sampai muncul pameo: ganti menteri pasti ganti kurikulum.

Ketika kurikulum demikian berat membebani guru dan siswa, sementara guru masih disibukkan dengan administrasi pengajaran dan mencari kerja sambilan; bagi siswa yang berlebih dana akan lari ke lembaga-lembaga bimbingan belajar. Ketika lembaga bimbingan belajar menjanjikan cara-cara gampang dan instan untuk mengerjakan suatu hal, siswa akan lebih menaruh minat dan respek pada lembaga itu daripada kepada sekolah atau guru. Lalu, bagaimana dengan mereka yang kekurangan dana? Hasilnya adalah sinyalir beberapa pakar pendidikan yang menyatakan bahwa kurikulum saat ini hanya bisa diikuti tidak lebih dari 10 persen siswa seluruh Indonesia.

Guru semakin terpinggirkan. Sementara persoalan pendidikan (mengajar) bukan sekadar transfer pengetahuan (knowledge), tetapi juga nilai-nilai (value) dan keutamaan-keutamaan hidup. Bagaimana pula ketika tawuran, kekerasan menjadi pilihan ekspresi anak sekolah? Lagi-lagi guru menjadi kambing hitam persoalan, karena pendidikan budi pekerti tidak jalan. Seperti lingkaran setan dan semuanya bermuara pada guru.

Lalu bagaimana soal dana pendidikan? Alokasi anggaran sektor pendidikan dalam APBN masih lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan Asia. Tahun 2000, alokasi anggaran pendidikan Indonesia hanya 6,3 persen dari APBN, sementara Singapura, Thailand, dan Korea Selatan sudah sampai pada angka 20 persen.

Angin segar sebenarnya berhembus ketika menyimak amanat amandemen keempat UUD'45 pasal 31 yang menyatakan bahwa dana pendidikan Indonesia sebesar 20 persen dari total APBN. Tetapi apa mau dikata jika beberapa waktu kemudian di kalangan wakil rakyat pun belum tercapai kesepahaman angka 20 persen itu. Lebih parah, harus dibilang dengan apa lagi jika ternyata banyak terjadi kebocoran dana di lingkungan pendidikan sebagaimana ditemukan BPK hasil pemeriksaan semester I tahun 2002?

Era otonomi daerah (pendidikan) sekarang ini, pengambil kebijakan soal dana, tunjangan kesejahteraan guru lebih banyak dipegang oleh pemerintah daerah (pemda). Akan terpecahkankah keresahan guru selama ini jika potensi masing-masing daerah Indonesia berbeda? Bagaimana pula menyikapi pemda yang birokratis, membatasi sekat-sekat wilayah ruang gerak guru sehingga otonomi justru menghasilkan pengkotak-kotakan guru itu?

Di samping kurikulum dan dana, gurulah yang menjadi pokok persoalan pendidikan di Indonesia. Seorang rektor perguruan tinggi di Jakarta beberapa waktu lalu menilai bahwa guru Indonesia belum menjadi guru cendekiawan karena guru-guru Indonesia tidak dididik untuk menjadi seorang cendekiawan.

Lebih lanjut Direktur Pembina Tenaga Kependidikan dan Keterampilan Perguruan Tinggi Depdiknas menambahkan bahwa kebanyakan guru Indonesia merasa sudah cukup puas dengan mengajar di kelas dan tidak berusaha meningkatkan kemampuannya.

Akar persoalan bisa ditelusuri: bagaimana guru mencapai kompetensi optimal jika pilihan masuk lembaga keguruan sudah alternatif yang kesekian? Bagaimana pula guru bisa mengoptimalkan profesionalitasnya jika energinya harus terbagi untuk bersiasat memenuhi kebutuhan hidup? Beban kerja minimal seorang guru adalah 24 jam per minggu dan di luar itu mereka masih harus mengerjakan tugas-tugas akademik (mengoreksi pekerjaan/tugas siswa), melakukan tugas- tugas pendampingan (membimbing kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan pembinaan lain).

Tidak wajar jika tugas mengajar per jam dihargai maksimal Rp 10.000 sehingga didapat Rp 168.000 (per minggu = sebulan untuk hitungan gaji guru), ditambah dengan tunjangan Rp 75.000; maka penghasilan seorang guru tidak tetap Rp 315.000 per bulan.

Bagaimana guru bisa hidup jika untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) yang layak bagi seorang guru bujang adalah Rp 960.000 per bulan, dan Rp 1,4 juta untuk mereka yang sudah menikah tetapi belum punya anak? Meneriakkan pentingnya profesionalitas guru menyangkut kualifikasi dan kompetensi tentu tidak bisa meniadakan faktor gaji dan kesejahteraan.

Sesungguhnya yang diperlukan guru saat ini adalah pemberian kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas, serta peningkatan kesejahteraan sampai pada taraf di mana guru tidak perlu lagi membagi konsentrasi dan energinya ke hal-hal lain selain pada fungsi "mendidik"-nya.

Ketika melihat sekolah tidak berfungsi sebagaimana mestinya, Roem (2001) menyebutnya sebagai sekolah sudah mati. Lalu, harus dikatakan dengan apa jika guru pun sudah tidak berperan sebagaimana mestinya? Menjadi terlalu kasar jika kemudian dikatakan guru sudah mati. Tetapi bukan tidak mungkin jika persoalan yang menimpa guru di negeri ini tidak kunjung terpecahkan, Oemar Bakri atau pak guru Sarmun tak lagi punya sepeda kumbang atau motor ojek. Kedua kendaraan itu sudah digadaikan untuk membiayai pengobatan sakitnya.

Sementara mereka berdua tak kunjung sembuh, bahkan sekarat tergeletak tak berdaya di balai-balai menunggu ajal! Bukan tidak mungkin pula Himne Guru yang megah dan syahdu itu berangsur-angsur berganti menjadi lagu requiem yang menyayat kalbu.

Monday, July 16, 2007

Kekalahan yang sangat mengharukan negara gw...

Kalo lo liat pertandingan Piala Asia, perebutan tiket lolos kualifikasi antara Indonesia-Arab Saudi...
Menurut gw lo adalah orang yang sangat peduli akan negara lo, peduli akan harga diri, martabat, sekaligus nama baik negara Indonesia di Asia, walaupun lo cuma liat di depan Layar Kaca...

Kenapa gw blg gt?...soalnya dipertandingan itu, lo bener2 menaruh perhatian lo, dukungan lo, apresiasi lo terhadap bendera merah putih...

Pertandingan yang gw liat ketika itu adalah pertandingan paling HEROIK yang pernah gw liat semasa hidup gw, beneran gw ga boong, gmn ga, kita sebagai Tuan Rumah yang dinilai kalah telak diatas "kertas" ternyata hampir saja memenangkan pertandingan itu, hampir saja.... kalo lo liat seberapa kerasnya pemain kita (TIMNAS INDONESIA) berjuang mati2an melawan "bahwa Arab yang diatas kertas pasti menang" itu dengan penuh semangat... mereka ga ngitung berapa tetes keringat yang jatoh ke rumput hijau lapangan Glora Bung Karno, ga peduli seberapa "ngos2an"-nya mereka mengejar para pemain Arab yang punya tinggi badan lebih unggul, punya paru-paru lebih besar sehingga dapat berlari lebih lama, stamina yang kuat... ga peduli seberapa besar mereka (pemain Arab) meremehkan Indonesia, satu kata yang terlontar dari aksi mereka..."INI KANDANG KITA, KITA HARUS MENANG!!!!!" cuma kata itu yang terlontar dari nafas yang terhembus, dari setiap langkah kaki mereka, dari setiap tetesan keringat dari tubuh mereka....

Saatnya Indonesia untuk berdiri dan berhenti DIREMEHKAN, DICEMOOH, DICURIGAI....!!!

Namun sayang sekali, keadaan yang kurang memihak...WASIT "ANJ*NG" yang jauh dari kata fairplay, menjadikan Indonesia harus menelan pil sangat pahit pada laga ini...!!!

Namun Kami (Supporter), selaku pemain ke-12 mu akan tetap mendukungmu... walaupun kalian berkata, "Maaf, kami hanya bisa sampai disini....", dan Kami yakin kalau kata-kata itu tidak akan pernah terucap... Karena Mental kalian sama seperti kami!!!!

"TIDAK AKAN BERHENTI SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN"

Didedikasikan untuk : INDONESIA

Apa yang paling gw inginkan!!!

Dibawah ini adalah hal yang sangat ingin gw lakuin selama di dunia...
Mungkin orang yang tau keinginan gw ini akan berpendapat gw itu orang yang bego, aneh, atau yang paling buruk kl gw itu ga waras...

okeh, jadi keinginan gw adalah :

"Gw pengen banget naik motor dengan kecepatan tinggi banget, lalu pada saat gw merasa kalo itu udah mencapai kecepatan maksimum...gw lompat dari motor, melayang, dan menikmati sepersekian detik sebelum akhirnya gw itu jatuh ke jalan dan mungkin gw akan mati seketika..."

Memang terdengar sangat ga normal, tp memang itulah waktu yang sangat ingin gw rasakan, waktu yang hanya sepersekian detik, sesaat setelah gw melompat dari motor sambil memejamkan mata tanda menikmati ke-melayangan diri gw sebelum akhirnya gw terhempas ke bumi...Disaat itu gw merasakan batas tipis antara langit dan bumi...

Dan sampai saat ini belum ada hal yang lebih gw ingin kan daripada hal itu, kesenangan seperti itu, kenikmatan seperti itu...

Benar-benar sesaat, benar-benar akan membuat gw merasa sangat puas akan kehidupan yang telah tercipta dengan sangat sempurna...kehidupan yang membiarkan waktu yang sangat singkat dapat dirasakan dengan sangat sempurna... amat memuncak...

sepersekian detik yang sempurna, sepersekian waktu yang terasa sangat klimaks, sepersekian waktu yang sangat indah...ujung dari SATU dunia...dan ketika itu gw menyadari, bahwa hidup didunia ini sangatlah cepat...sangat cepat...

Thursday, March 15, 2007

cinta 17 tahun

cinta itu apa yach??Cerita Indah Namun Tiada Akhir...what??? apa iya kayak gitu?? klo emang gitu, kenapa mesti ada air mata di antara cerita itu?? so...mendingan gak usah ngerasain cinta ajha wes daripada sakit!!!!
wait...wait...wait...bukan gitu maksudnya. pada dasarnya cinta itu adalah anugrah and yang namanya anugrah itu pasti sesuatu yang membahagiakan and datangnya dari Allah. so..klo ada yang bilang bahwa cinta itu bikin sakit and air mata, ya itu mah salah dari orang yang ngejalani cinta itu. cinta bisa bahagia jika kita selalu berpikir positif ttg apa itu cinta and bagaimana mengungkapkan cinta. cinta bisa menjadi sebuah kesedihan klo kita gak bisa mengungkapkan cinta dengan benar. and, benar salahnya pengungkapan cinta itu ya tergantung ke pribadi masing2.

hmmm....cinta 17 tahun. aku yakin semua orang pasti pernah ngejalani umur 17 tahun, ya iyalah....apa iya langsung umur 20, gak kan??? and kenapa mesti 17 tahun??? kenapa gak 15 or 20 ato umur2 yang lain. nah..menurut sebuah ilmu psikologi anak, pada umur 17, seorang remaja muai mencari siapa dirinya and mencari seseorang yang dapat membuat hatinya tenang selain ortu and sahabat2nya. and pada umur ini pula rata2 mereka akan ngalami yang namanya cinta. naaahhhh....anehnya, mereka masih saja anak kecil, I mean that mereka berusaha untuk memenuhi rasa cinta mereka tanpa memperhatikan orang yang mereka cintai. "pokoknya aku suka dia, cinta dia", itulah sederetan kalimat yang sering keluar dari mulut kecil mereka. but...pernah gak sich sedikit berpikir, "apa iya orang yang aku cintai itu ngerasa nyaman dengan pengungkapanku ini??". itu dia masalahnya, jarang2 kali yang mikir kayak gitu. akhirnya, muncul deh yang namnaya sakit hati and kecewa karena orang ayng mereka cintai gak punya rasa yang sama. hwa....hwa...hwaaaaa....
so sorry, aku gak ada maksud meng under estimate remaja umur 17, but sebagian besar and rata2 emang kayak gitu, walo gak semua c

so....mesti gimana dunk klo jadi remaja umur 17 tahun, and gimana klo kita jadi sasaran remaja umur 17 tahun ini?? hmm....I don't have a good advice about this. but...I have a little word : cinta gak bisa dipaksakan and cinta gak bisa diuji, yang pasti...cinta adalah untuk dipelihara dan dijaga....

Wednesday, March 14, 2007

sedihnya kakakku....

sebuah kesedihan...terkadang kita tu bingung mendefinisikannya. sebuah kesedihan itu bencana apa bukan yach?? hmmm...klo ini mah ya tergantung orang mo lihat darimana. coz...klw mau ngelihat falsafah kesedihan, sebenarnya Allah tu memberi kesedihan kepada kita untuk membuat kita semakin tegar ngadepin idup ini. but....ada juga loh yang merasa suebel ama yang namanya kesedihan, "idup cuma sekali, kok yaa...isinya kesedihan". hmmm....mending depend on u ajha lah. intinya...setiap kesedihan itu pasti dibarengi ama yang namanya kebahagiaan, begitu juga sebaliknya. betapa bahagia and tenangnya hati ini klo kit amau menyadari akan hal ini.

for my brother, yakin ajha klo Allah akan meninggikan derajatmu, ok....
no woman no cry....

Thursday, March 08, 2007

hwa...minggu yang melelahkan

capek banget minggu ini. banyak banget tugas and ujian. gak tau kenapa yah, kok akhir2 ni ku jadi sedikit non confident padahalkan gak boleh. besok ujian jerman ma tugas jerman, sabtu ujian math, pa lagi minggu depan, hwaaa.....kok yaaa semester ini menjadi semakin berat. but...I must strongly gak boleh males2an.

sebuah tugas yang sebenarnya impianku belom kepegang sedikitpun. padahal deadlinenya kurang beberapa hari lagi. aku blom ngerjain beberapa tulisan yang diminta oleh penulisku. gak tau deh apa aku bisa bertahan dengan kerjaanku itu. but...karena menjadi seorang penulis adalah impianku, ya aku akan berusaha mewujudkannya. yaaa..klopun gak jadi seorang penulis, paling gak tulisan2ku bisa dinikmati orang, itu ajah udah enough. tar deh klo ada ide ku mau nulis sesuatu di blog ini. hoaaheeemmm.....want to sleep niy, feel sleepy...
Powered by Blogger.