Hari itu selepas pulang kerja, selasa, 8 November 2016, kira-kira pukul 7 malam. Hal-hal yang paling di nanti, yaitu disambut oleh anak-anak dan istri di rumah. Begitu pagar kembali ku tutup, lalu terbuka lah pintu depan rumahku, Tak seperti biasanya yang tiap hari Mbak Nay dan Dek Icha menyambutku dengan penuh tawa dan salam. Namun suara tangisan terisak-isak Mbak Nay di belakang pintu sambil bersandar di depan istriku.
Lalu perlahan istriku mulai menjelaskan apa yang membuat Mbak Nay menangis, jadi secara tiba-tiba saat ia menggambar di buku gambarnya dengan seriusnya, tiba-tiba terlontar dari mulutnya.
Mbak Nay : "Mama, Nay takut.." (lalu tiba-tiba menangis)
Istriku : "Mbak Nay takut apa?"
Mbak Nay : "Mbak Nay takut meninggal Ma"
sontak saja istriku sangat kaget, karena kami belum mengenalkan kata "meninggal" kepadanya.
Istriku : "Mbak Nay tau kata meninggal dari siapa? Dari Bu Guru ya?"
Mbak Nay : "Ga Ma.."
Istriku : "Dari Eyang Uti?"
Mbak Nay : "Ga Ma.."
Istriku : "Terus Mbak Nay tau dari siapa?"
Mbak Nay : "Dari Allah.."
kembali istriku dibuat terkaget-kaget..
Istriku : "Emang Mbak Nay ketemu Allah"
Mbak Nay : "Iya waktu dulu di rumah sakit Ma, Nay naik ke atas ke awan, dari atas Nay lihat Ayah, Mama, Dek Icha sama Mbak, terus Nay main-main diatas, Nay seneng di atas awan Ma, tapi Allah bilang Mbak Nay harus turun karena meninggalnya masih lama, terus Nay bangun Ma"
Bertambahlah kebingungan istriku mendengarkan cerita Mbak Nay ini. Tak lama setelah itu aku sampai dirumah. mendengar cerita singkat tersebut, aku tidak dulu menanyakan kembali ke Mbak Nay, tapi lewat kejadian itu aku pun memasukkan nilai-nilai baik yang bisa aku tanamkan seperti, Mbak Nay harus jadi orang baik, nurut sama orang tua sampai pada menasehatinya untuk menjaga adiknya. Mbak Nay pun tidak langsung berhenti menangis, karena terlihat dari wajahnya masih memikirkan takut meninggal. Terus ku tenangkan pikiran dan hatinya, bahwa kematian/meninggal pasti akan terjadi, maka dari itu kita harus menjadi orang yang baik dan tak lama setelah itu ia pun mulai berhenti menangis.
Ia pun yang tadinya duduk di pangkuanku kembali bermain dengan adiknya. Sambil terus memikirkan apakah hal yang telah ia alami itu benar kejadian atau hanya mimpi belaka, dan mencoba siapa yang bisa menafsirkan kejadian ini. Kalaupun kejadian itu benar adanya maka Subhanallah, Allah telah memberikan pelajaran dan peringatan yang sangat berharga melalui anakku ini, bahwa kematian bisa datang kepada siapa saja dan kapan saja, dan apakah kita siap untuk menghadapi kematian itu? Bekal apa yang sudah kita persiapkan untuk bertemu dengan-Nya?
Lalu perlahan istriku mulai menjelaskan apa yang membuat Mbak Nay menangis, jadi secara tiba-tiba saat ia menggambar di buku gambarnya dengan seriusnya, tiba-tiba terlontar dari mulutnya.
Mbak Nay : "Mama, Nay takut.." (lalu tiba-tiba menangis)
Istriku : "Mbak Nay takut apa?"
Mbak Nay : "Mbak Nay takut meninggal Ma"
sontak saja istriku sangat kaget, karena kami belum mengenalkan kata "meninggal" kepadanya.
Istriku : "Mbak Nay tau kata meninggal dari siapa? Dari Bu Guru ya?"
Mbak Nay : "Ga Ma.."
Istriku : "Dari Eyang Uti?"
Mbak Nay : "Ga Ma.."
Istriku : "Terus Mbak Nay tau dari siapa?"
Mbak Nay : "Dari Allah.."
kembali istriku dibuat terkaget-kaget..
Istriku : "Emang Mbak Nay ketemu Allah"
Mbak Nay : "Iya waktu dulu di rumah sakit Ma, Nay naik ke atas ke awan, dari atas Nay lihat Ayah, Mama, Dek Icha sama Mbak, terus Nay main-main diatas, Nay seneng di atas awan Ma, tapi Allah bilang Mbak Nay harus turun karena meninggalnya masih lama, terus Nay bangun Ma"
Bertambahlah kebingungan istriku mendengarkan cerita Mbak Nay ini. Tak lama setelah itu aku sampai dirumah. mendengar cerita singkat tersebut, aku tidak dulu menanyakan kembali ke Mbak Nay, tapi lewat kejadian itu aku pun memasukkan nilai-nilai baik yang bisa aku tanamkan seperti, Mbak Nay harus jadi orang baik, nurut sama orang tua sampai pada menasehatinya untuk menjaga adiknya. Mbak Nay pun tidak langsung berhenti menangis, karena terlihat dari wajahnya masih memikirkan takut meninggal. Terus ku tenangkan pikiran dan hatinya, bahwa kematian/meninggal pasti akan terjadi, maka dari itu kita harus menjadi orang yang baik dan tak lama setelah itu ia pun mulai berhenti menangis.
Ia pun yang tadinya duduk di pangkuanku kembali bermain dengan adiknya. Sambil terus memikirkan apakah hal yang telah ia alami itu benar kejadian atau hanya mimpi belaka, dan mencoba siapa yang bisa menafsirkan kejadian ini. Kalaupun kejadian itu benar adanya maka Subhanallah, Allah telah memberikan pelajaran dan peringatan yang sangat berharga melalui anakku ini, bahwa kematian bisa datang kepada siapa saja dan kapan saja, dan apakah kita siap untuk menghadapi kematian itu? Bekal apa yang sudah kita persiapkan untuk bertemu dengan-Nya?
"Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali." (Al-Baqarah 2:156)